Jumat, 12 September 2014

MiG 25 "FOXBAT" Pesawat tempur tercepat yang pernah di produksi

Salah satu pesawat rusia favorit penulis adalah MiG-25 "Foxbat" selain mempunyai kemampuan interseptor dan  kecepatan yang mumpuni tentu juga cerita mengenai pembelotan Letnan Viktor Balenko yang membuat pesawat ini mampu mencuri perhatian berlebih pihak barat. Pesawat yang dirancang oleh biro Mikoyan-Gurevich Uni Soviet ini terbang pertama kali sebagai purwarupa pada tahun 1964, dan mulai beroperasi pada 1970.

Pada  masa perang dingin, keberadaan MiG-25 Foxbat menjadi sumber kehebohan di pihak barat. Karena informasi tentang kemampuannya itulah, Amerika Serikat merancang pesawat tempur yang berguna sebagai keunggulan di udara (air superiority) yakni  F-15 Eagle. Meskipun memiliki kemampuan menembak sama telaknya dengan F-14 Tomcat tetapi MIG-25 tidak bisa disejajarkan dengan Tomcat karena jarak radarnya pendek. Pesawat ini merupakan salah satu pesawat tempur tercepat di dunia yang pernah diproduksi.



RANCANG BANGUN
Pengembangan MiG-25 dimulai pada tahun 1950-an, bersamaan dengan usaha Amerika untuk mengembangkan pesawat interseptor dan bomber berkecepatan Mach 3 termasuk pesawat eksperimental XB-70 Valkyrie, XF-103 Thunderwarrior, Lockheed YF-12, dan XF-108 Rapier.

Purwarupa pertama merupakan varian pesawat intai, disebut "Ye-155-R1", dan melakukan penerbangan pertamanya pada tanggal 6 Maret 1964. Penerbangan pertama dari purwarupa interseptor, "Ye-155-P1", berlangsung pada tanggal 9 September 1964. Sementara itu beberapa purwarupa, yang diberi kode rahasia "Ye-266" atau "Е-266", membuat sejumlah catatan penerbangan pada tahun 1965, 1966, dan 1967.

Seri produksi dari dua varian awal, diberi nama MiG-25P interseptor dan MiG-25R pesawat intai, dimulai pada 1969. MiG-25R mulai dioperasikan Angkatan Udara Soviet (VVS) segera setelah dimulai produksi.
 


Untuk mengatasi tekanan panas yang timbul dalam penerbangan di atas kecepatan Mach 2, MiG-25 tidak  dibuat dengan bahan tradisional aluminium alloys.. Mikoyan-Gurevich OKB membuat MiG-25 sebagian besar dari baja nikel alloy ("Inconel"), tetapi menggunakan sejumlah kecil titanium dan aluminium alloys khususnya di daerah-daerah rawan kerusakan akibat “drag” aerodinamis. Komponen baja dari MiG-25 yang dibentuk oleh kombinasi patri-titik, patri mesin otomatis dan metode patri busur tangan. Awalnya ada kekhawatiran bahwa sentakan pada saat pendaratan dapat menyebabkan logam patri retak, tetapi ternyata hal ini terbukti tidak terjadi dan keretakan yang terjadi selama program pengembangan dapat dengan mudah diperbaiki kembali.


MiG-25  mampu menunjukkan kinerja memuaskan, termasuk kecepatan maksimum Mach 3,2 dan ketinggian maksimum 90.000 kaki (27.000 m), meskipun pada Aug 31, 1977, sebuah pesawat E-266M, yang secara khusus dimodifikasi dari Foxbat, diterbangkan Pilot Uji MiG OKB Alexander Fedotov, membuat rekor ketinggian untuk pesawat yang terbang dengan tenaga sendiri, mencapai ketinggian 123.523,62 kaki (37.650 m) di Podmoskovnoye, USSR. Rekor ini adalah satu-satunya rekor yang diakui tidak pernah dicapai  oleh pilot Amerika Serikat sebelumnya.

Walaupun dibuat sebagai pesawat interseptor dengan jangkauan terbang yang sangat tinggi  dan berkecepatan-tinggi, tetapi pesawat MiG-25 sangat terbatas tingkat manuverabilitas, jarak terbang, dan kemampuan pertempuran jarak-dekatnya. Bahkan kecepatan tingginya juga bermasalah: walaupun telah tersedia tenaga dorong yang cukup untuk mencapai Mach 3,2; terdapat batasan kecepatan Mach 2,8 untuk menghindari  turbin yang cenderung overheat pada kecepatan terlalu tinggi, hingga dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal.

Walaupun terdapat keterbatasan semacam ini, ketidakakuratan analisa intelijen dan beberapa asumsi yang salah menyebabkan kepanikan di dunia Barat, dimana pada awalnya dipercaya bahwa MiG-25 merupakan pesawat tempur yang gesit, daripada pesawat interseptor “stand-off”. Sebagai tanggapan dari kepanikan dunia Barat, Amerika Serikat meluncurkan program baru yang ambisius, yang menghasilkan McDonnell-Douglas F-15 Eagle.

Pemahaman dunia Barat yang sebenarnya tentang kekuatan dan dan kegagalan dari MiG-25 datang pada tanggal 6 September 1976, ketika seorang pilot PVO (Komando pertahanan udara Russia), Lt. Viktor Belenko, berkhianat ke Barat, dan mendaratkan MiG-25P-nya ke bandara Hakodate di Jepang. Pesawat ini dengan hati-hati dibongkar dan dianalisa oleh Divisi Teknologi Asing (sekarang disebut Intelijen Udara dan Ruang Angkasa Nasional) dari Angkatan Udara Amerika Serikat, di Pangkalan Udara Wright-Patterson. Setelah 67 hari, pesawat itu dikembalikan ke Soviets dalam bentuk potongan.

Analisis ini menunjukkan beberapa fakta mengejutkan:
  • Pesawat terbang milik Belenko ini sangat mewakili teknologi terbaru Soviet.
  • Pesawat ini dirakit dengan cepat, dan pada dasarnya dibuat dengan mesin turbojet Tumansky R-15(B) yang besar.
  • Welding yang dilakukan dengan tangan dan konstruksinya relatif kasar dan sederhana. Seperti pada kebanyakan pesawat Soviet lain, “Rivet Head” (Kepala Keling) dibiarkan terbuka di daerah-daerah yang tidak akan dipengaruhi drag aerodynamis.
  • Pesawat dibuat dari baja-nikel alloy dan tidak menggunakan titanium seperti yang diasumsikan sebelumnya (meskipun titanium digunakan di beberapa daerah panas-kritis). Konstruksi baja yang dipakai memberi tambahan berat 64.000 lb (29.000 kg) pada pesawat (tanpa persenjataan).
  • Mayoritas teknologi avionik yang dipakai berbasis pada teknologi tabung-hampa, peralatan elektronik non-padat. Walaupun terlihat kuno, ternyata tabung-hampa lebih toleran terhadap temperatur ekstrem, sehingga tidak perlu membuat lingkungan kontrol kompleks dalam ruang peralatan avionik. Selain itu, tabung-hampa dapat dengan mudah digantikan dengan transistor yang lebih canggih yang saat itu belum tersedia. Seperti pada kebanyakan pesawat Soviet lain, MiG-25 dirancang sekokoh mungkin. Selain itu, penggunaan tabung-hampa membuat pesawat ini labih tahan terhadap pulsa elektromagnetis, misalnya setelah ledakan nuklir.
  • Dengan penggunaan tabung-hampa, the MiG-25P Smerch-A orisinil (Tornado, NATO memberi nama 'Foxfire') radarnya memiliki kekuatan besar-sekitar 600 kilowatts.
  • Indikator kecepatannya yang telah diberi garis merah pada Mach 2,8; dengan kecepatan yang dianjurkan Mach 2,5 untuk memperpanjang umur mesin. Sebuah MiG-25 milik Mesir telah terlacak berada di atas Israel dengan kecepatan Mach 3,2 pada tahun 1973, namun penerbangan itu mengakibatkan kerusakan pada mesinnya.
  • Tingkat akselerasi maksimum (g-load) adalah 2,2 g (21,6 m/s²) dengan tangki bahan bakar, dengan batas mutlak 4,5 g (44,1 m/s ²). Sebuah MiG-25 pernah mencapai 11,5 g (112,8 m/s ²) selama pelatihan dogfight ketinggian-rendah, namun mengakibatkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki karena deformasi airframe.
  • Radius tempur pesawat ini 186 mil (300 km), dan jarak tempuh maksimum dengan bahan bakar internal (pada kecepatan subsonik) hanya 744 mil (1200 km). Bahkan faktanya, Belenko hampir kehabisan bahan bakar ketika mendarat di Jepang, bahan bakar tidak cukup mendarat secara hati-hati, dia juga hampir menabrak pesawat komersial yang sedang lepas landas, dan pendaratannya melebihi panjang landasan pacu.
Sebagai hasil dari pengkhianatan Belenko, Soviet melakukan pengembangan yang dimulai pada 1978, hasilnya MiG-25PD ('Foxbat-E'), dengan radar RP-25-Saphir baru, sistem pencari dan pemandu inframerah (IRST), dan mesin yang lebih kuat. Sekitar 370 MiG-25Ps diupgrade menjadi standar MiG-25PDS.

Sekitar 1.186 MiG-25 dibuat sebelum produksi berakhir pada 1984, dan telah diekspor ke Aljazair, Bulgaria (3 MiG-25R dan 1 MiG-25RU sampai 1992), India (sampai 2006), Irak, Libya, dan Syria. Beberapa pesawat ini masih beroperasi hingga sekarang.

Masa Operasional
Sebelum memasuki masa operasional, empat MiG-25R beroperasi sementara untuk AU Mesir pada tahun 1971 secara rahasia diberi kode "X-500". Keempatnya mempunyai tanda EAF. Mereka pernah terbang secara berpasangan di atas Israel kira-kira sebanyak 20 kali. Pada 1973, sebuah MiG-25 milik Mesir mencapai kecepatan Mach 3,2 ketika dikejar oleh F-4E Israel. Angkatan Udara Israel tidak mungkin mengejar mereka, walaupun intelijen Israel sudah tahu jadwal penerbangan di atas wilayah udaranya,akan tetapi Angkatan Udara Israel  tidak memiliki kemampuan untuk melawan MiG - 25 sampai adanya F-15 Eagle.Diketahui sebelum perang Enam hari setidaknya satu pilot Soviet dengan MiG-25 melakukan pengintaian dari Mesir ke Israel


MiG-25 beroperasi dengan AU Irak selama Perang Iran-Irak, tapi catatan pertempurannya tidak jelas.
Selama Perang Teluk Persia, F/A-18 milik AL AS yang dipiloti oleh Let. Cdr. Scott Speicher tertembak oleh misil udara-ke-udara roket yang ditembakkan oleh MiG-25 pada malam pertama perang. Menurut catatan misil tersebut adalah R-40DT yang ditembakkan dari MiG- 25PDS yang diterbangkan oleh Lt. Zuhair Dawood dari skuadron 84 AU Irak.

Selanjutnya, dalam kejadian lain, sebuah MiG-25PD Irak, setelah menghindari delapan F-15 AU AS, menembakkan tiga misil ke pesawat “electronic warfare” EF-111 Raven, memaksa F-15 AU AS untuk batalkan misi mereka. Hal ini yang kemudian menyebabkan tertembaknya sebuah F-15 oleh misil ke permukaan-ke-udara, karena tidak adanya pelacak elektronik.

Dalam insiden lain, dua MiG-25 mendekati sepasang F-15, menembakkan misil yang dapat dihindari oleh F-15, dan kemudian melarikan diri. Dua F-15 bergabung dalam pengejaran, dan total sepuluh misil udara-ke-udara ditembakkan ke MiG-25, walaupun sama sekali tidak mencapai sasaran. Menurut sumber yang sama, setidaknya satu F-111 juga dipaksa untuk membatalkan misinya oleh MiG-25 pada 24 jam pertama saat peperangan, saat serangan udara di atas Tikrit.

Dua MiG-25 tertembak oleh F-15C milik AU AS selama Perang Teluk. Setelah perang, pada tahun 1992, F-16 AS ditembak jatuh MiG-25 Irak karena melanggar zona larangan terbang di Irak selatan.
Pada Mei 1997 MiG-25RB milik AU India terdeteksi terbang dengan kecepatan lebih dari Mach 3 pada ketinggian setidaknya 65.000 kaki, di atas wilayah Pakistan. Dilaporkan ini merupakan hal disengaja oleh Angkatan Udara India untuk menunjukkan kemampuan dari MiG-25 tidak dapat diatasi oleh Angkatan Udara Pakistan.

Pada tanggal 23 Desember 2002, sebuah MiG-25 milik Irak menembak jatuh UAV MQ-1 Predator milik AU AS, yang melakukan pengintaian bersenjata di Irak. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah sebuah pesawat tak berawak terlibat dalam pertempuran. Predator telah dipersenjatai dengan misil udara-ke-udara AIM-92-Stinger, dan digunakan untuk "menyerang" pesawat tempur Irak. Dalam kejadian ini, Predator menembakkan salah satu Stinger-nya, tetapi meleset, sedangkan misil yang ditembakkan MiG mengenai sasaran.

Tidak ada pesawat Irak yang digunakan dalam invasi 2003, sebagian besar disembunyikan atau dihancur di daratan. Pada bulan Agustus 2003, beberapa lusin pesawat Irak telah ditemukan terkubur di pasir, terdiri dari dua MiG-25  di Pangkalan Udara Al Taqaddum, sekitar 250km di sebelah barat Baghdad, pada bulan pertama Operasi Kebebasan Irak. Pesawat terbang dikuburkan untuk mencegah kerusakan akibat serangan pasukan AS. Ketika ditemukan MiG-25RB itu tidak lengkap dengan sayap yang telah hilang. Pesawat ini merupakan salah satu dari dua MiG-25 yang diangkut oleh C-5A Galaxy dari Irak ke Pangkalan Angkatan Udara Wright-Patterson untuk penyelidikan. Pada tahun 2006 Pesawat ini disumbangkan ke Museum Nasional Agkatan udara Amerika Serikat di Dayton,Ohio











Pict source ; airlines,net . HI-TECH Automotive






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

- Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai isi konten -